Kemampuan Menulis dan Berhitung Siswa Indonesia di Tepi Kekhawatan: Mencari Penyebabnya
Pemahaman literasi dan numerasi tak hanya terbatas pada kapabilitas mendasar seperti membaca atau menghitung. Justru kedua aspek ini merupakan landasan penting untuk kelangsungan pendidikan serta ikutserta yang proaktif di tengah lingkaran sosial.
Membaca memberi kesempatan kepada siswa untuk meresapkan informasi, meningkatkan kecakapan analitis kritis, serta menyusun perspektif inovatif. Di sisi lain, pemahaman bilangan memungkinkan mereka menuntaskan tantangan berkaitan dengan perhitungan, logika, sampai pengolahan data, yang semakin menjadi keterampilan penting dalam zaman serba teknologi dan pengetahuan modern seperti saat ini.
Tanpa kedua kecakapan itu, siswa tidak saja mendapat tantangan untuk memahami isi pembelajaran di sekolah, namun juga rawan bermasalah dalam menyadari hak sebagai warga negara, menyesuaikan diri dengan persyaratan dunia kerja, sampai bereaksi terhadap perkembangan global.
Baru-baru ini, keahlian membaca dan matematika siswa di Indonesia sekali lagi mendapat perhatian. Liputan tentang hal tersebut mulai muncul. sejumlah pelajar menengah pertama di Bali yang belum mampu membaca menyebabkan masyarakat terkejut dan penasaran tentang mutu pendidikan yang ada sekarang.
Fakta tersebut menjadi lebih terkonfirmasi saat melihat hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 Indonesia tampaknya masih kalah bersaing dibanding beberapa negara ASEAN lainnya. Singapura menduduki puncak daftar dengan nilai matematika sebesar 575, literasi bacaan 543, dan kemahiran ilmu pengetahuan alam 561. Di samping itu, Vietnam serta Brunei Darussalam juga menunjukkan prestasi yang lebih unggul, sedangkan Indonesia justru terletak pada urutan bawah dengan angka untuk mata pelajaran matematika hanya 366, pembelajaran membaca adalah 359, dan bidang pendidikan saintifik yaitu 376.
Sebenarnya, apa yang salah dari sistem pendidikan di Indonesia hingga melahirkan situasi seperti ini? Apa yang perlu kita benahi?
Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berbincang dengan Andi Hasdiansyah, akademisi bidang pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Pare-Pare, Sulawesi Selatan.
Andi menyebutkan bahwa masalah keterampilan membaca dan matematika siswa di Indonesia sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru muncul. Dia menegaskan, ini merupakan hasil dari ketidakmampuan sistem untuk memperbaiki diri dengan sungguh-sunguh setiap tahunnya.
Ini terlihat dalam model pendidikan yang hanya mengutamakan hafalan dan pengumpulan informasi, tanpa fokus pada kemampuan interpretatif dan refleksi kritis yang penting untuk pertumbuhan akademik siswa.
Andi juga mengkritisi kurikulum pendidikan di Indonesia yang umumnya digunakan sebagai sarana untuk mencapai keberhasilan administrasi, sehingga meremehkan perkembangan keterampilan dasar para pelajar. Menurut Andi, cara pandang semacam ini malah membawa efek negatif pada anak didik dan membuat mereka tersibukkan dengan hal-hal lain daripada tujuan sejati pendidikan.
Andi menggarisbawahi pentingnya penataan ulang mendalam terkait kapabilitas baca-tulis dan matematika para siswa. Dia mendorong implementasi kurikulum yang sesuai dengan permintaan setempat, pembagian sumber daya yang lebih merata, serta fokus spesifik pada semua institut pendidikan dan guru-guru se-Indonesia. Tambahan pula, dia menjelaskan bahwa ketiga hal tersebut harus dipertimbangkan secara serius sehingga hasil akhir dari proses belajar-mengajar tidak melulu berfokus pada skor atau tingkat kelulusan saja tetapi juga mencakup pemahaman tentang bagaimana memiliki keterampilan fundamental sebagai anggota bangsa yang bertanggung jawab.
Tonton seluruh episodenya hanya disini SuarAkademia —diskusi menarik tentang topik hangat bersama pakar akademis.
Posting Komentar